Lawan dari komitmen bukanlah moody. Sepertinya tidak sedikit orang yang “menyalahkan” kecenderungannya untuk merasa “tidak mood” atau kecenderungan untuk suka menunda sebagai alasan mengapa ia gagal memegang teguh komitmen atau janjinya.
Menurut saya, kegagalan sebenarnya bukan terletak di mood, melainkan keputusan untuk mengikuti dorongan “mood”.
Mood atau yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai suasana hati, adalah hal natural yang Tuhan ciptakan. Suasana hati, sering kali dapat memberitahu kita tentang hal-hal yang logika kita belum dapat memahaminya.
Anda mungkin mengenalnya dengan istilah “insting”. Cara kerjanya sama. Hati atau insting memperingatkan kita akan sesuatu yang logika kita belum dapat memproses karena belum memiliki data yang kongkrit.
“Mood” kita dapat memperingatkan jika kita mulai kelelahan dan membutuhkan istirahat. Perasaan kita juga dapat memperingatkan jika kita melupakan sesuatu atau memperingatkan bahwa ada yang tidak beres.
Ini masalahnya. “mood”, suasana hati, perasaan atau emosi, tidak dapat membedakan hal mana yang benar-benar berbahaya dan hal mana yang sekedar belum terbiasa.
Rasa enggan, penundaan, rasa sebal, dan segala emosi-emosi negatif lainnya dapat muncul sekedar karena kita belum terbiasa. Di sinilah pentingnya kita fokus pada penyelesaian tanggung jawab.
Jika emosi kita mengindikasikan agar kita beristirahat, segeralah beristirahat setelah Anda menyelesaikan tanggung jawab. Jangan sebelumnya. Jika emosi Anda memunculkan rasa enggan, itu mungkin karena Anda belum cukup terbiasa. Karena itu beritahu logika Anda bukan untuk menghindari aktivitas atau tanggung jawab itu, melainkan memperbanyak latihan hingga Anda terbiasa.
Karakter adalah respon yang benar.
Always right response
Saat situasi tidak benar, kita tetap berespon benar.
Saat orang lain tidak benar, kita tetap berespon benar.
Comments