Semua orang menyukai integritas. Semua orang mau menjadi pribadi yang berintegritas.
Mungkin beberapa orang enggan menjadi seorang pribadi yang berintegritas. Akan tetapi, saya rasa, tidak seorang pun yang menginginkan berelasi dengan orang yang tidak berintegritas terhadapnya. Mengapa? Karena otak kita diciptakan Tuhan untuk secara konstan mencari pola atau kepastian.
Ketika Anda menonton sebuah pertandingan olah raga, Anda akan makin enggan untuk berhenti menonton ketika kepastian mengenai siapa yang menang makin besar. Akan tetapi ketika salah satu pihak mulai terlihat pasti kalah, maka perasaan Anda akan “lebih rela” jika situasi tertentu meminta Anda untuk berhenti menonton.
Dorongan untuk tidak berhenti sebelum menemukan kepastian ini juga dapat tampak ketika kita menonton sebuah film yang menegangkan. Semakin tidak pasti akhir dari film tersebut, semakin besar keengganan kita untuk berhenti menonton. Semakin jelas akhir dari film tersebut, semakin kecil dorongan untuk tidak mau berhenti menonton.
Otak kita dirancang Tuhan untuk mencari pola atau kepastian. Hal inilah yang menimbulkan berbagai macam perasaan negatif. Ketika situasi di sekitar kita mengancam keamanan dan kestabilan hidup kita, maka perasan-perasaan negatif, seperti rasa curiga, khawatir, dan seterusnya akan cenderung muncul. Ketika kita tidak yakin dengan kepastian kelangsungan pekerjaan kita di masa depan, hal ini akan memicu serangkaian pikiran dan emosi yang negatif. Sebaliknya ketika otak kita mampu menemukan kepastian keamanan dan kesejahteraan di dalam hidup, keluarga, ataupun pekerjaan kita, maka otak akan cenderung untuk menghasilkan emosi-emosi yang positif.
Dasar inilah yang menyebabkan pentingnya sebuah karakter berintegritas di sebuah komunitas, termasuk tempat kerja. Ketika setiap orang dapat bekerja dengan standar “semaunya sendiri”, maka beberapa orang akan menghasilkan kualitas kerja dengan nilai 10, beberapa lagi dengan nilai 5, dan beberapa lagi dengan nilai 2. Lalu ketika mereka menerima gaji yang sama, maka otak orang yang menghasilkan nilai 5 dan 10 akan mendeteksi sebuah “pola yang tidak pasti.” Inilah yang pada akhirnya memicu perasaan iri, tidak adil, dan emosi negatif lainnya.
Sebaliknya ketika pekerjaan setiap orang dinilai berdasarkan alat ukur kinerja yang sama dan mendapatkan penghasilan sesuai dengan hasil perhitungan alat ukur kinerja tadi, maka lepas dari perasaan “puas atau tidak puas”, otak mereka akan mendeteksi adanya “pola yang pasti.”; Dan dengan demikian mengurangi kemungkinan munculnya perasaan-perasaan negatif seperti iri, tidak adil, dan sebagainya.
Jadi yang dimaksud dengan berintegritas bukanlah sekedar bertindak atau mengatakan “apa adanya.”Perilaku dan perkataan yang sekedar “jujur apa adanya”, justru akan rawan memicu konflik dan menghancurkan kesuksesan bersama. Karakter berintegritas yang dibutuhkan di dalam sebuah komunitas, terutama di dalam tempat kerja adalah, sebuah pola pikir dan pola kerja yang sesuai dengan standar kebenaran yang telah disepakati bersama.
Karakter adalah respon yang benar. Always right response
Saat situasi tidak benar, kita tetap berespon benar. Saat orang lain tidak benar, kita tetap berespon benar.
Kommentare